Tiket
keberangkatan menuju benua hitam ternyata sudah masuk di kotak email. Mengapa ya
5 minggu di kapal terasa lama sekali, namun ketika 5 minggu di rumah terasa
sungguh cepat? Saya juga dikirimkan Travel Information Sheet (TIS) yang
memberikan informasi singkat seputar Negara tujuan yaitu Namibia di Afrika.
“Do
not go outside Hotel because it’s dangerous.”
Di
dalam TIS tertera informasi yang melarang keluar hotel ketika di Namibia karena
sangat berbahaya dan bisa menjadi target perampokan. Lalu terdapat saran
lainnya untuk mengkonsumsi Mallarone atau sejenis pil Kina. Sekedar informasi
bahwa Benua afrika merupakan daerah potensial penyebaran penyakit malaria,
Jenis malaria disana termasuk yang paling mematikan di dunia. Sehingga pilihan
untuk mengkonsumsi mallarone merupakan saran terbaik demi mencegah malaria.
Mallarone
dapat diminum 1 hari sebelum keberangkatan menuju lokasi, dan tetap dikonsumsi
setiap hari sebanyak 1 pil sampai dengan 7 hari setelah kita meninggalkan
lokasi. Menurut petunjuk didalamnya lebih baik jika diminum bersama dengan
makanan dan susu, karena pil Mallarone memiliki efek samping yang cukup
mengganggu. Beberapa teman saya ada yang mengalami diare, kemudian
berhalusinasi, dan sakit kepala. Kalau pengalaman pribadi saya setelah
mengkonsumsi, saya merasakan jantung berdebar debar lalu sulit tidur malam,
namun bagaimana pun efek samping tersebut masih lebih baik daripada terjangkit
malaria. :)
(****)
Keberangkatan
kali ini cukup membuat saya bingung, Tiket dari Jakarta -> Singapore ->
Johannesberg -> Namibia sudah diterima, namun Visa menuju Namibia masih juga
belum ada. Bagaimana mungkin bisa menembus Imigrasi Namibia di Afrika jika saya
belum memiliki visa ?
Setelah
sampai di Bandara Soekarno hatta, saya hanya duduk di depan loket Check-In
Singapore Airlines sambil menunggu email masuk di handphone mengenai Visa. Namun
30 menit sudah berlalu, tetap saja tidak ada kabar mengenai visa. Akhirnya saya
membuka laptop dan mencoba koneksi internet menggunakan modem lalu segera
membuka Chat Communicator dengan Koordinator kru yang ada di Norwegia.
“Yes,
Alene is Online!”
I
start typing ,”I’ve been sit down in front of check in desk for 30 minutes, but
still no Visa. Please make sure I will get Visa before Check in desk will be
Closed in another 50 minutes, Otherwise I will cancel this trip to go to
Africa.”
Kru
korrdinator mulai panik membaca email dari saya, kemudian dia berjanji segera
menelfon agen yang ada di Namibia dan segera mengirimkannya kepada saya. Mau
tidak mau saya hanya bisa menunggu dan menunggu kabar ketidakpastian ini.
Lalu
Alene mulai berkata,”I got your Visa, I will send it immediately to your email,
please check it. And Could you print it out in airport the document?”
Baru
kali ini saya bingung untuk menemukan tempat yang bisa me-ngeprint Visa di
bandara soetta, tidak menyerah saya coba lari ke check in counter, meminta
denga berharap harap cemas supaya diperbolehkan mencetak dokumen satu lembar
saja. Supervisor nya pun datang dan berbaik hati mengajak saya ke dalam
ruangan, namun ternyata tintanya habis.
Cara
terakhir saya mencoba menghubungi teman seperjuangan di kapal yang juga sedang
dalam perjalanan menuju bandara,”Rico , Aku sudah mengusahakan visa untuk kita
berdua dan sudah dapat, tapi permasalahannya gak ada tempat buat ngeprint di
bandara, Kamu ada ide?”
Tanpa
saya duga duga Rico menjawab,”Aku bawa printer nih den dari rumah, nanti kamu
tunggu aq saja di depan bandara ya, kita tinggal cari colokan power untuk
printernya saja.”
(****)
Rico
berlari dengan tergesa gesa sambil membawa printer menuju kearah saya bersama
istri dan anak laki laki pertamanya, lalu kami mecoba mencari Power supply di
dalam bandara dari ujung kiri sampai ujung kanan. “Waduh gag ketemu bro?”
Petugas
yang sedang bersih bersih lantai kemudian bertanya kepada kami,”Sedang nyari
apa pak?” Kami menjawab,”Sedang mencari colokan power pak buat printer.”
Petugas
yang sepertinya sangat hafal semua tempat tempat strategis di bandara pun menunjukkan
jarinya ke arah luar bandara dekat pintu masuk kaca, “Itu pak colokannya ada di
sebelah kanan.”
Setelah
mengucapkan terima kasih, kami menuju ke colokan power dan mempersiapkan
semuanya mulai dari laptop, mouse, dan printer. Lucunya satu colokan ini dibuat
pararel sampai kira kira ada 10 lubang power.haha. Tapi gag apa apa, show must go on.
Dua
lembar visa pada akhirnya berhasil kami cetak, dan ada lagi satu hal yang
membuat saya bingung, ternyata visa Namibia Afrika itu hanya berupa tulisan
tangan! Benar benar Negara yang aneh, masa membuat visa tulisan tangan saja
sampai membutuhkan waktu 2 minggu.
(****)
Hanya
sekitar 15 menit sebelum check in counter ditutup, kami berhasil mendapatkan
visa Namibia. Terpancar senyuman puas dikarenakan perjuangan lari kesana kesini
ternyata membuahkan hasil. Setelah kami menaruh bagasi dan membayar airport
tax, kami berjalan menuju loket immigrasi, dan Rico mengucapkan salam
perpisahan dengan keluarganya untuk kesekian kalinya karena harus bekerja di
offshore.
Di
loket immigrasi, karena saya masih memakai paspor biasa, jadinya saya tetap
harus mengantri panjang dan menghadapi pertanyaan pertanyaan dari petugas
immigrasi yang terkadang “nyeleneh”. Rico terlihat sungguh santai karena sudah
memegang passport elektronik sehingga tidak perlu mengantri lagi. Rico hanya
masuk ke pintu otomatis kemudian memasukkan sidik jari dan rekam wajah,
kemudian pintu gate terbuka tanpa adanya pertanyaan pertanyaan “nyeleneh”.
Keinginan
untuk masuk ke executive lounge pun menjadi tidak bisa dilakukan karena pesawat
sudah mau boarding, sehingga kami langsung masuk ke dalam gate dan terbang
menggunakan Singapore airlines dari Jakarta menuju Singapura kemudian
Johannesberg.
Tersandung di
Johannesberg
Bandara
Johannesberg cukup besar, namun tidak seperti yang saya kira dimana akan banyak
menemui orang orang Negro. Di Afrika selatan ternyata masih sangat banyak orang
orang bule, entah bagaimana tepatnya, namun menurut sejarah bahwa Afsel sudah
lama diduduki oleh Inggris yang kemudian pemerintahannya didominasi oleh orang
orang kulit putih untuk waktu yang sangat lama, namun saat ini politik kulit
putih sudah mulai memudar semenjak berkuasanya Nelson Mandela sebagai wakil
dari kulit hitam.
Walaupun hanya transit saja di Johannesberg, namun
tetap saja saya harus menembus loket immigrasi. Petugas imigrasi yang berambut
gimbal dan bertubuh gemuk itu bertanya,
“What
do you gonna do in Namibia?”
I
said,”I am gonna join vessel in port, maybe in Namibia just only for 1 day.”
“If
you want to pass this desk , you need to show your South Africa Transit Visa!”
Saya
langsung kaget, bagaimana mungkin hanya transit di Afsel saja selama 2 jam, tetap
harus menunjukkan visa Afrika Selatan. Sungguh tidak masuk akal. Petugas
imigrasi ini sepertinya mulai mengada ada.
Saya
menjelaskan beberapa kali bahwa saya tidak keluar bandara Afsel dan hanya
transit 2 jam saja, namun tetap saja petugas ini bersikeras,”If you want to go,
show me the Visa.”
Saya
mencoba usaha lain, saya menunjukkan visa Namibia, Letter of Invitation dan
Letter of guarantee disertai beberapa dokumen pelengkap lainnya yang memperkuat
posisi saya untuk menuju Namibia dan sama sekali bukan untuk menjadi imigran
gelap.
Tetapi
usaha yang kesekian kalinya tetap saja gagal, sehingga usaha terakhir saya
berkata,”I was together with 4 of my friends, but why all of them can pass this
immigration without south Africa visa? And just only me get this trouble? Please maam, Please, let me
in. I Just gonna join vessel and will not go outside South Africa.
Lucky
for me, petugas itu tampak luluh dan dia mengingatkan untuk lain kali kalau
bepergian ke Afrika Selatan walaupun hanya untuk transit, tetap dibutuhkan Visa
transit. Lalu Cap berhasil Dibubuhkan di halaman passport saya.
YES…
I can pass.. J
Namibia , kota
gersang dipenuhi Gurun Pasir
Perjalanan
3 jam dari Johanesberg menuju Namibia sunggguh melelahkan. Mengapa? Karena
pesawat yang digunakan sangat kecil dan disesaki penumpang. Selain itu
sepanjang perjalanan pemandangan yang bisa dilihat hanyalah gurun pasir yang
sangat panas ditambah AC yang ada di dalam pesawat mengalami kerusakan,
lengkaplah sudah.
Bandara
di Namibia pun sangat sederhana, jujur saja baru kali ini saya mendarat di
bandara yang terbuat dari tenda dan terpal. Bahkan isinyapun hanya ada loket
pemeriksaan paspor dan visa kemudian di depan ruangan itu sudah halaman luar
yang berjajar gurun pasir.
Agen
yang bertugas menjeput kami kemudian mengantarkan ke hotel yang ada di Namibia,
namun ada hal yang sungguh tidak bisa saya percaya. Apakah ada yang bisa
menebak diantara para pembaca, Ada berapa Jumlah Hotel di Negara Namibia?
Apakah 5, ada yang menjawab 8, mungkin ada juga yang menjawab 10. Namun semua
jawabannya salah karena Hotel di Namibia hanya ada 2 saja ! Unbelieveable.
Jadilah
saya tidak berhasil mendapatkan kamar hotel. Menunggu ketidakpastian selama
sejam di depan lobi hotel tetap saja tidak ada hal yang terjadi sampai pada
akhirnya agen yang kebingungan tetap memutuskan supaya kami diantarkan ke
pelabuhan untuk langsung masuk ke kapal. Bisa dibayangkan setelah perjalanan
hampir 24 jam, kami tidak dapat hotel dan harus langsung dikirim hari itu juga
ke kapal untuk bekerja. Semoga badan saya kuat.
(****)
Kapalpun
mulai terlihat dari kejauhan dan lama kelamaan merapat di dermaga. Satu per
satu kru yang ada di dalam mulai keluar dan melambaikan tangan kepada saya. Ya
inilah petualangan pertama saya di lautan afrika, Semoga semuanya aman dan baik
baik saja ditambah kondisi cuaca yang cepat sekali berubah ubah. Suhu udara
disini sangat panas pada siang hari dan sangat dingin pada malam hari.
Selamat
Berjuang!
Best
Regards.
Denni
Pascasakti
Ditulis
dalam perjalanan dari Angola menuju Yogyakarta. Disempurnakan di Yogyakarta
30 Oktober 20
Comments
terimakasih.
Saya mau bertanya. Kebetulan saya juga akan transit di Tambo Airport Afsel selama 3 jam. Penerbangan saya dari Tanzania dengan tujuan akhir Zimbabwe. Saya tidak akan ganti airlines. Apakah tetap perlu melewati immigration desk? Saya sudah cek ke kedubes Afsel, mereka menyatakan tidak perlu transit visa kalau memang tidak meninggal kan airport. Tapi setelah saya baca cerita Mas Denni saya jadi penasaran. Apa Mas Denni ganti airlines atau memindahkan bagasi sendiri ke connecting flight selanjutnya? Atau memang semua harus melewati immigration desk?
Terima kasih, maaf mengganggu.
Salam.
Pengalamanya sangat bermanfaat mass
Boleh minta kontaknya mass untuk meminta info lebih detil tentang cara menuju namibia...