Tepat kemarin malam, tanggal 24 Desember 2009, aq mengalami malam natal yang berbeda dari malam-malam natal sebelumnya. Kemudian timbul pertanyaan,” Apakah yang berbeda?” ,ternyata selama 4 tahun sebelumnya aq ke gereja di dalam sebuah gereja yang bagus dan terawat di daerah Yogyakarta. Namun yang terjadi sekarang, saya hanya merayakan ibadah natal di sebuah tenda yang tidak bisa disebut gereja dan bertempat di Universitas Budi Luhur Tangerang. Lokasinya sangat jauh dari rumahku, terletak di daerah yang sangat macet dan tempatnya serba seadanya dengan tenda dan altar yang memperlihatkan kurangnya dana serta tempat yang layak untuk paroki kami. Tempat inipun hanya disewakan pada saat perayaan natal dan paskah saja. Ketika aq datang setengah jam sebelumnya, sudah banyak sekali umat yang hadir dan cukup sulit menemukan kursi untuk duduk walaupun setelah menemukan tempat duduk,akhirnya kami sekeluarga duduk paling belakang.
Sebenarnya dalam hati saya bertanya,” Jika umat di wilayah kami yang kira kira berjumlah lebih dari 1.200 umat harus berkewajiban misa setiap hari minggu, lalu kemanakah kami harus pergi ke gereja?”.Ternyata banyak dari kami yang harus menempuh perjalanan panjang ke gereja dan memakan waktu kira kira lebih dari setengah jam demi pergi ke gereja, itupun kami ke gereja di wilayah umat katholik lain.
Mungkin anda bertanya, “Dimanakah Gereja umat katholik di wilayah kami?” .Semua ini terjadi kira kira sekitar 5 tahun yang lalu, ketika aq berangkat ke gereja jam 8 pagi dengan berpakaian rapi dan membawa alkitab, namun dari kejauhan saya melihat kira kira ada segerombolan orang berjumlah 1.000 yang berpakaian serba putih dan hampir keseluruhan membawa berbagai macam senjata mulai dari kayu, batu, parang, sampai bambu runcing mencegat jalan masuk kami. Mereka menghancurkan pintu masuk dan meneriakkan kata kata kasar yang salah satunya menyebut kami “Kaum tidak beragama”.Saya yang waktu itu baru duduk di kelas 2 SMA bingung ,”Kenapa saya yang beragama katholik disebut kaum tidak beragama.” Dan besoknya pintu masuk gereja kami langsung ditembok lapis 2 oleh mereka. Hati saya sedih sekali waktu itu, dan kami bertanya tanya,” Lalu kami harus beribadah kemana lagi?”
Hal itu terjadi sampai sekarang, kami tetap tidak memiliki gereja, sehingga tiap minggu kami harus “menumpang” di gereja umat katholik wilayah lain, serta kami hanya mampu menyewa tenda untuk hari-hari besar seperti paskah dan natal. Pada saat saya pergi ke gereja malam natal kemarin, hati saya sedikit dipenuhi emosi karena melihat keadaan gereja kami yang terus menerus tidak mendapat kejelasan ini dan hanya bisa ke gereja di sebuah tenda yang ala kadarnya. Namun saya tersadar ketika pastor saya berkata,”Beginilah keadaan gereja di wilayah kita yang hanya bisa merayakan natal di bawah sebuah tenda.Namun bersyukurlah !! karena tepat 2000 tahun yang lalu, Yesus tidak dilahirkan di dalam sebuah kamar yang hangat dan teduh, Tetapi Yesus dilahirkan di dalam sebuah kandang, sehingga kita bisa turut merasakan keprihatinan pada saat Yesus lahir dulu.” Setelah itupun hati saya tersadar dan saya bersyukur atas keadaan ini. Dan di akhir acara,” kami sama sama berdoa supaya bisa segera mendapatkan izin untuk mendirikan gereja bagi umat di wilayah kami, karena Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki toleransi beragama tinggi.
Akhir kata,” Saya ingin mengucapkan Selamat natal dan tahun baru, Semoga damai natal selalu menyertai kita semua.”
Ditulis oleh:
Denni Pascasakti
Comments