Akhir akhir ini ramai sekali diberitakan perdebatan Subsidi BBM di berbagai media massa dan stasiun televisi yang seakan tidak ada habisnya. Terdapat dua pihak antara pro dan kontra yang saling menyerang, namun ada satu hal yang agak lucu bagi saya. Kemarin siang saya jalan jalan di Tangerang dan banyak menjumpai Baliho dari salah satu partai yang mengatakan “Atas nama rakyat dan demi rakyat, kita tolak bersama kenaikan BBM.”
Atas nama rakyat? Demi rakyat? kemudian disamping tulisan tersebut tidak lupa dipasang foto calon kepala daerah yang tersenyum lebar berserta nama partainya. Menurut saya mencoba mengatasnamakan rakyat dengan menolak sesuatu kebijakan tanpa memberikan solusi adalah sebuah pencitraan.
Sebuah Fakta keadaan Indonesia di bidang Minyak dan Gas
Banyak pendapat yang mengatakan “Enak ya jaman Pak Suharto dulu, harga bensin murah, apa apa murah, tidak seperti jaman sekarang yang harganya naik terus.”Apakah pendapat tersebut benar ?Coba kita bandingkan kembali :
- Pada Zaman pak Harto sekitar tahun 1980-1990, Pertamina sedang Jaya-Jayanya karena Negara kita mampu memproduksi minyak bumi sampai 1,5 juta barrel/hari sedangkan Konsumsi BBM masih 800ribu barrel/hari, sehingga Indonesia pada tahun 1980-1990 menjadi Negara Eksportir minyak dan masuk dalam anggota OPEC.
Lalu berapa produksi Minyak kita ? Tahun 2013 ini, Produksi minyak kita hanya 840 ribu barrel/Hari, sedangkan Konsumsi BBM kita 1,4 juta barrel/ Hari, Sehingga saat ini Indonesia benar benar telah menjadi Negara Importir minyak bumi.
- Harga bensin rata-rata di Asia tenggara sekitar 8 - 10 ribu/liter. Sayapun sudah melihatnya sendiri bahwa Negara-negara seperti di Malaysia, SIngapura, Filiphina, India, Vietnam menjual bensinnya kurang lebih 8 - 10 ribu rupiah/Liter. Lalu bagaimana ceritanya Negara Indonesia menjual bensin hanya 4.500 rupiah/ Liter ? Jawabannya karena Negara Indonesia mensubsidi BBM hampir 50% yang dananya ditanggung oleh APBN.
Mungkin anda bertanya ,”Berapa besar Subsidi BBM yang ditanggung oleh Negara?” Berdasar informasi yang saya baca dari Koran di Indonesia, Pada tahun 2012 , Negara Indonesia menanggung beban subsidi 300 Trilliun untuk BBM, dan 100 Trilliun untuk Listrik.
Jelas saja APBN Kita lebih cepat habisnya seperti sebuah ember berisi air yang banyak lubang lubang besar, ditambah lagi Lubang lubang kecil yang dibuat para koruptor.
Bila kita membandingkan, Untuk pembangunan MRT di Jakarta dibutuhkan biaya Sekitar 8 T, pembangunan Jembatan Selat Sunda sekitar 150 T, dan pembangunan Tol yang menghubungkan Merak sampai Surabaya sekitar 100 T. Lalu mengapa semua pembangunan tersebut macet ? Karena dana APBN kita banyak tersedot untuk Subsidi.
- Nilai Rupiah Yang terus melemah dan hari ini Tembus 10.000 Rupiah/ USD. Saya masih ingat sekitar satu tahun yang lalu 1 USD sekitar 9500 rupiah, dan hari ini setelah mengecek kembali di Internet, angkanya sudah menembus 10.000 !
Nilai Rupiah sangat ditentukan oleh Neraca perdagangan (Ekspor-Import) dan neraca modal (Arus uang masuk dan Arus uang keluar). Saat ini Harga Minyak bumi yang dijual OPEC secara International hampir menembus batas 100 dollar/barrel sedangkan harga Bensin kita tetap dipertahankan Negara di angka 4.500 rupiah/liter ditambah Indonesia masih harus Mengimpor sekitar 600.000 barrel/hari.
Dapat dibayangkan untuk per harinya berapa banyak uang dari Indonesia yang keluar untuk mengimport BBM ( 600.000 barrel/hari dikali 100 USD ) dan ditambah lagi Indonesia harus mensubsidi 50% dari harga premium untuk menstabilkan harga harga di Indonesia. Jadi sudah jelas bahwa rupiah akan terus melemah angka nya karena lebih banyak Arus uang keluar daripada Arus uang yang masuk.
- Dari Produksi Negara Indonesia yang totalnya sekitar 840ribu barrel per hari, Pertamina baru menyumbang sekitar 150ribu/hari (18%) , Sedangkan sisanya banyak disumbang oleh perusahaan KKKS asing yang diantaranya adalah Chevron (300ribu barrel/day), Total, Mobil Cepu, Exxon, Conoco Phillips.
Mengapa dirasa sangat sulit menemukan cadangan minyak baru di Indonesia ?
- Birokrasi yang rumit untuk berinvestasi Migas di Indonesia.
Untuk Investasi blok Migas di Offshore ( laut ) : Investor merasa berat karena terdapat peraturan pemerintah yang mewajibkan untuk membangun semua pipa migas didalam tanah yang harus disalurkan ke daratan. Di sisi lain ,biaya pembangunan pipa di dalam tanah memerlukan 1 juta USD/km, jadi Investasi di offshore juga sepi investor.
- Tidak banyak program eksplorasi cadangan minyak baru di Indonesia.
Mengapa? alasannya biaya eksplorasi sangat mahal. Namun eksplorasi tetap harus dilakukan, karena eksplorasi adalah program jangka panjang yang keuntungannya baru didapatkan 5 sampai 10 tahun kedepan. Jika Indonesia tidak menggenjot program eksplorasi untuk menemukan cadangan minyak baru, maka sudah dipastikan angka produksi migas yang hari ini yang masih 840ribu barrel per hari, akan terus merosot dalam beberapa tahun kedepan.
- Program PSC (Production Sharing Contract ) /kontrak bagi hasil yang kurang menarik Investor.
Yang jadi pertanyaan,”Bagaimana jika setelah dieksplorasi, ternyata tidak ditemukan cadangan minyak?” Jika tidak ditemukan cadangan minyak, maka semua biaya infrastruktur dan biaya eksplorasi sepenuhnya ditanggung oleh Perusahaan Minyak (KKKS)/ Negara tidak menanggung.
Lalu bagaimana Jika berhasil ditemukan cadangan minyak ?
Jika berhasil ditemukan, maka Perusahaan minyak harus melakukan Bagi Hasil sesuai dalam kontrak PSC dimana Pemerintah mendapat 80% dan KKKS mendapat 20%.
Program bagi hasil tersebut dirasa kurang menarik bagi Perusahaan Minyak, karena beresiko tinggi jika tidak ditemukan cadangan minyak, dan apabila ditemukanpun, bagi hasilnya begitu sedikit. Namun saya membaca di Koran bahwa pemerintah Indonesia akan mencoba memberikan Insentif dengan merubah komponen bagi hasil menjadi lebih fair walaupun Negara kita sungguhlah enak karena tinggal menjual blok migas, dikerjakan asing, dan mendapat bagian lebih besar. Namun kekurangannya, kita tidak belajar.(****)
Begitulah informasi mengenai kendala kendala yang dihadapi oleh bangsa kita Indonesia dalam mencoba memajukan produksinya di bidang minyak dang an yang juga banyak dipengaruhi oleh situasi politik dan keamanan, ditambah lagi tahun depan 2014 akan diadakan pemilihan presiden baru.
Namun menurut saya pribadi, Angka 4.500 rupiah /liter sangatlah tidak wajar karena APBN kita akan dibebankan terlalu besar oleh Subsidi BBM dan akan menjadi sebuah bom waktu yang lama kelamaan bisa meledak.
Bagaimana jika bom waktu untuk subsidi BBM meledak ?
Seperti di dalam berita TV One semalam , Menteri ESDM menjelaskan bahwa Indonesia harus mengurangi subsidi BBM sedikit demi sedikit untuk mencegah perekonomian negara yang bisa kolaps.
Saya tiba tiba teringat kejadian tahun 1998 ketika terjadi krisis ekonomi dimana harga dollar menjadi 20.000 rupiah/usd dan harga barang barang kebutuhan pokok yang meroket tajam karena disebabkan oleh pinjaman luar negeri Indonesia terhadap IMF yang mencekik. Saya berharap semoga kejadian tersebut tidak akan pernah terulang kembali.
Pernah suatu hari di kapal teman Inggris saya menanyakan,”How much price for one litre petrol in Indonesia?”
Saya menjawab ,”4500 rupiah per litre or equal with 45 sen”
Teman Saya tersebut terkejut dan mengatakan,”Your country must reduce slowly by slowly subsidize on petrol, because it will not educate the people and consume so much on government fund which causing your country will not able to build infrastructure, healty ,and education. If Government decide to reduce subside on petrol, I believe Indonesian people will start to think.”
Ada benarnya juga pendapat teman saya bahwa ketika harga BBM dinaikkan, maka masyarakat kitapun akan mulai berfikir. Berfikir untuk lebih berhemat tidak jalan jalan menggunakan mobil yang menghabiskan bahan bakar, berfikir untuk mulai menggunakan transportasi umum. Namun itulah problematika yang terjadi di Negara kita yang sudah dari sejak lama dibuat nyaman dan terlena dengan comfort zone yang ada.
Cukup sekian dari saya, saya selalu mendukung program pemerintah apapun nanti hasilnya selama Negara kita selalu dalam perekonomian yang stabil dan kejadian tahun 1998 tidak akan pernah terulang kembali.
Best Regards,
Denni Pascasakti
Jakarta, 12 Juni 2013
Comments
padahal yg nikmatin juga kalangan menengah keatas.
sdangkan produksi migas di indo skrg lbih besar pasak daripada tiang dibanding jaman ob.
hmpir smua orng luar kalo tahu harga bbm indo pasti kaget kalo murah banget.
Saat ini memang produksi Migas Indonesia besar pasak daripada tiang, karena program eksplorasi sangat jarang dilakukan terutama di laut dalam.
Kemudian mengenai harga BBM, saat inipun memang Indonesia masih seharusnya bersyukur karena premium masih 6500, kalau di negara negara Asia Tenggara rata rata sudah 8rb sampai 10 ribu.
Semoga dengan berubahnya harga premium menjadi 6500, bisa membantu program pemerintah untuk mengalihkan subsidi kepada orang miskin, membangun infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.