Lautan yang tenang, angin yang bertiup pelan dari barat
menuju timur. Sejauh mata memandang terlihat stasiun pengeboran minyak dan
helikopter berlalu lalang setiap harinya.
Ya, inilah lautan yang dimiliki oleh kerajaan Brunei. Bisa dikatakan penghasilan terbesar Brunei Darussalam didapatkan dari hasil eksploitasi Sumber daya alam Minyak dan Gas yang bekerjasama dengan perusahaan minyak Shell milik Belanda.
Saya pernah membaca sebuah penelitian yang menerangkan bahwa
hasil produksi minyak di Brunei Shell ternyata masih lebih kecil dibandingkan
dengan hasil produksi minyak Chevron yang ada di Riau, Indonesia . Brunei saja
bisa menjadi sebuah Negara yang makmur dimana Kesultanannya memiliki istana
terbesar di dunia. Namun bagaimana dengan nasib di Riau ?
(****)
Banyak sumber yang mengatakan bahwa Indonesia adalah Negara
yang kaya dan penuh dengan sumber daya alam yang berlimpah, apakah hal ini
benar ?
Indonesia memang kaya
akan Sumber daya alam, hanya saja kita jauh tertinggal dalam hal teknologi.
Saya baru memahami ketika melihat cuplikan video pak Dahlan
Iskan pada saat mengisi seminar di UGM. Pada acara tersebut, ada salah satu
mahasiswa yang bertanya, “Pak Dahlan, Indonesia
memiliki sumber daya alam yang
melimpah khususnya Minyak dan Gas, lalu mengapa sampai saat ini ladang ladang
minyak kita justru dieksploitasi oleh perusahaan perusahaan asing ? kenapa
tidak kita nasionalisasi saja semua ladang ladang minyak di Indonesia ?”
Pak Dahlan menjawab dengan jelas bahwa, “Kita sebenarnya
bisa saja menasionalisasi semua ladang ladang minyak di Indonesia, Hanya saja
pertanyaan yang pertama, apakah Teknologi yang kita miliki sudah memadai ? lalu
apakah tenaga tenaga ahli di Indonesia yang berpengalaman dan mau bekerja di Indonesia
sudah mencukupi?
Beliau melanjutkan,”Suatu Negara yang menasionalisasi semua ladang ladang minyaknya akan dicap sebagai Negara primitif dan Indonesia akan diembargo oleh Negara-negara maju. Sehingga kita akan kembali lagi seperti jaman penjajahan , akan lebih banyak lagi masyarakat Indonesia yang hidupnya tambah miskin.”
Beliau melanjutkan,”Suatu Negara yang menasionalisasi semua ladang ladang minyaknya akan dicap sebagai Negara primitif dan Indonesia akan diembargo oleh Negara-negara maju. Sehingga kita akan kembali lagi seperti jaman penjajahan , akan lebih banyak lagi masyarakat Indonesia yang hidupnya tambah miskin.”
”Menurut saya ( Pak Dahlan) langkah yang paling baik
bukanlah menasionalisasi semua ladang ladang minyak di Indonesia, tetapi harus
di-renegoisasi ulang pembagian keuntungan antara Operator Asing dengan
Pemerintah Indonesia.
(****)
Karena rasa penasaran, sayapun mencoba bertanya dengan teman teman yang bekerja di pemerintahan bagian migas , Secara teori seharusnya pembagian hasilnya sekitar 20% untuk Operator Asing pengelola blok, sedangkan 80% untuk Pemerintah Indonesia.
Di Indonesia terdapat lebih dari 300 blok blok Migas yang
tersebar dari sabang sampai merauke. Bayangkan jika memang benar pemerintah
mendapatkan 80% keuntungan dari ratusan blok blok migas tersebut, sudah dipastikan
Indonesia akan menjadi Negara yang kaya Raya seperti Arab Saudi. Lalu apakah
Indonesia sudah seperti Negara Arab Saudi ?
Di dalam buku “Selamatkan Indonesia”, Pak Amien Rais memprediksi bahwa bagi hasil yang seharusnya diharapkan sebesar 80% masuk ke kantong pemerintah Indonesia, namun pada kenyataannya Indonesia hanya mendapatkan bagi hasil sebesar 1-2 % saja.
Bagaimana dengan
Eksplorasi migas di perairan Indonesia ?
Saya mungkin baru 3 tahun malang melintang di dunia
Eksplorasi migas laut dalam, bisa dikatakan Negara Indonesia sangat perfect
ketika membuat suatu peraturan atau
sangat Pro Indonesia.
Sebagai contoh, Indonesia menerapkan asas “Cabotage” atau bahasa sederhananya, semua kapal yang akan melakukan eksplorasi minyak dan gas di wilayah perairan Indonesia harus sudah berbendera Indonesia, dan semua officernya harus berkebangsaan Indonesia.
Sebagai contoh, Indonesia menerapkan asas “Cabotage” atau bahasa sederhananya, semua kapal yang akan melakukan eksplorasi minyak dan gas di wilayah perairan Indonesia harus sudah berbendera Indonesia, dan semua officernya harus berkebangsaan Indonesia.
Namun Yang menjadi pertanyaan,”Apakah sampai hari ini sudah ada kapal berbendera Indonesia yang dimiliki oleh perusahaan Indonesia? Jawabannya Tidak ada. Sekitar dua tahun lalu memang ada perusahaan Joint Venture antara perusahaan Indonesia dan Perancis, namun hari ini perusahaan tersebut sudah dibubarkan.
Jadi kalau sampai hari ini tidak ada satupun kapal eksplorasi berbendera Indonesia di Wilayah Indonesia, bagaimana caranya negara Indonesia melakukan Eksplorasi Migas di Perairan Indonesia ? Kapal asing yang ingin memasuki wilayah Indonesia tidak diberikan izin dikarenakan tidak berbendera Indonesia dan officernya bukan orang Indonesia.
Sekali lagi, Peraturan di Negara kita memang sungguh sempurna, namun masih belum didukung oleh teknologi dan fasilitas yang ada. Saya juga teringat beberapa bulan yang lalu ketika Menteri pendidikan menerapkan peraturan baru bahwa Skripsi harus masuk dalam Jurnal penelitian sebagai syarat wisuda.
Lalu , Apakah sarana prasarana dan sistemnya sudah dibuat dan memadai? apakah jumlah mahasiswa yang akan lulus sama besarnya dengan kapasistas jurnal yang akan diterbitkan?”
Bagaimana solisinya?
Lagi lagi saya kembali setuju dengan pak dahlan. Beliau mengatakan bahwa,”Negara ini harus memiliki banyak ahli ahli Teknis, bukan ahli dalam membuat peraturan dan birokrasi.”
Memang benar, Indonesia harus memiliki banyak ahli teknis
yang juga didukung dengan fasilitas yang ada, karena sebenarnya putra putri
Indonesia sangat berbakat dan cemerlang ketika diberikan kesempatan.
Seperti Petronas yang sekitar 20 tahun lalu banyak mengirimkan karyawannya untuk belajar ke Pertamina, dan hari ini, justru Petronas yang membalik keadaan mengungguli Pertamina. Blok Blok migas Petronas yang tadinya banyak dioperatori oleh perusahaan asing, sedikit demi sedikit diakuisisi oleh Petronas, dan beberapa ahli ahli teknis dari Pertamina ditarik untuk yang hijrah ke Petronas.
Saya pernah membaca buku paling berkesan yang berjudul “DEWA
RUCI” , buku ini menceritakan perjalanan kapal Indonesia dalama mengelilingi
dunia. Awak kapal dewa ruci sungguh terkejut ketika sesampainya di Norwegia,
mereka melihat bahwa pabrik Kapal Norwegia hanya memiliki karyawan berjumlah
1500 orang, namun justru mampu membuat 100 kapal setiap tahunnya, sedangkan di
Surabaya, kita memiliki perusahaan pembuatan kapal yang pada tahun tersebut
sudah memiliki karyawan 5000 orang, namun hanya mampu menghasilkan 30 kapal
setiap tahunnya.
Jadi bisa dikatakan, semakin banyak jumlah karyawan, belum
tentu semakin keras dalam bekerja, seperti Norwegia yang memiliki sedikit
populasi, namun lebih keras dan disiplin dalam bekerja, sehingga mampu
menghasilkan lebih banyak.
(****)
PS : saya sudahi dulu tulisan ini ,sudah waktunya untuk tidur dan kembali bekerja esok hari, Sampai bertemu di daratan. J
( To be continue )
Brunei Darussalam
08 November 2011
Comments